Sabtu, 14 Agustus 2010

“Timor Lorosae” Tanki Inspirasi di Tanah Air Beta


Berawal dari sebuah peraturan baru yang diterapkan pada sebuah pom bensin di suatu daerah di Nusa Tenggara Timur. Sebuah peraturan yang mengharuskan setiap pengguna bensin tidak diperbolehkan menggunakan jirigen untuk pengisian bensin. Penjaga pom bensin itu hanya melayani para pengendara kendaraan bermotor yang melakukan pengisian dengan tanki saja yang memang sudah menyatu dengan kendaraan bermotor mereka. Namun peraturan tersebut tidak sama sekali membuat Abu Bakar kehabisan akal. Keesokan harinya, Abu Bakar kembali menuju pom bensin dengan motor kesayangannya. Hanya saja kali ini berbeda! Tanki motornya lima kali lebih besar dari semula. Kreatif dan penuh inspirasi. Sang penjaga pom bensin pun tak dapat berguming sepatah kata pun dan sergap langsung mengisi tanki motor Abu Bakar yang bernamakan “Timor Lorosae” itu. Tanki itu pun lalu menjadi sumber inspirasi bagi seluruh pengendara sepeda motor yang ada di Tanah Air Beta. Mereka semua merubah ukuran tanki semula menjadi lima kali lebih besar dengan bentuk yang berbeda-beda, tergantung dari bahan apa dibuatnya.

Abu Bakar dan “Tanah Lorosae” nama sebuah tanki inspirasi itu secara langsung mengajarkan kita bahwa peraturan dibuat bukan untuk dilanggar tapi untuk disiasati dengan sebuah kreativitas yang tidak melanggar esensi dari peraturan tersebut. Sebuah kreativitas yang dikembangkan secara bebas tanpa melanggar peraturan yang ada. Secara tidak langsung, mereka mengajarkan kita untuk tidak mudah menyerah dalam menghadapi sebuah kondisi yang baru. Sikap pantang menyerah yang disertai dengan kemampuan adaptasi yang tinggi dibutuhkan dalam menghadapi sebuah kondisi baru, sebuah kondisi yang terkesan menyudutkan bahkan mematikan. Ketika dilanda sebuah masalah, seringkali manusia mengeluh, putus asa dan merasa dunia ini begitu sempit. Akhirnya masalah hanya akan menjadi masalah bahkan dapat memicu masalah lainnya tanpa solusi konkret dan cerdas yang lahir. Padahal Allah SWT telah berfirman dalam

surat Al-Insyirah ayat 5: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
Al-Baqarah ayat 286: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”


There is a will, there is a way! “Tanah Lorosae” tanki inspirasi di Tanah Air Beta secara jelas menunjukkan pada kita bahwa kunci pemecahan masalah itu adalah dalam diri kita sendiri. Diri kita sendiri merupakan aset yang paling berharga yang kita miliki. Aset yang dengan sejuta potensi untuk mengguncang segala permasalahan yang ada di dunia. Dengan melalukan pengembangan dan modifikasi terhadap aset-aset yang kita miliki serta sebuah tekad kuat yang menyertai, segala permasalahan akan begitu mudah untuk dipecahkan. Alhasil, permasalahan bukan lagi menjadi batu sandungan, melainkan batu loncatan kita untuk terus meningkatkan kapasitas diri. Terimakasih Abu Bakar dan “Tanah Lorosae”, kau telah menjadi salah satu sumber inspirasi kami, selain Muhammad SAW.

Pom Bensin “Ramadhan” untuk Motor Keimanan Kita



“Ramadhan is like a gas station where we can fill in our bike of soul with gas of faith and oil of goodness in order that we can ride that bike smoothly during our path of life”
– Chiasmata, 2010 –

Ahlan wa sahlan ya Ramadhan! Ahlan wa sahlan ya Syahrul Barokah!

Bulan Ramadhan 1431 H telah kembali hadir di hadapan kita dengan sejuta keutamaan dan keistimewaannya. Bulan dimana Allah SWT membuka jutaaan pintu rahmat dan ampunan kepada hambaNya yang bersungguh-sungguh menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan. Bulan dimana Allah SWT menurunkan wahyu kepada baginda Rasulullah SAW berupa petunjuk kehidupan bagi seluruh umat manusia, Al-Qur’anul karim. Dan, bulan dimana Allah SWT menyediakan suatu malam istimewa yang memiliki keutamaan seperti 1000 malam. Pada malam itu, Allah SWT akan mengampuni seluruh dosa yang pernah dilakukan hanya bagi hamba-hambanya yang ‘terpilih’.

Bulan dimana seluruh umat muslim mengisi bensin ketaqwaan pada motor keimanan mereka guna mampu menempuh perjalanan yang panjang selama sisa 11 bulan ke depan. Layaknya suatu jalan yang panjang dan penuh banyak tantangan, ada motor-motor yang melaju dengan begitu cepatnya dan capaian prestasi yang bejibun namun ada juga motor yang melaju begitu lambatnya dan capaian prestasi yang bisa dihitung dengan sepuluh jari bahkan ada pula yang tidak dapat melaju sama sekali tanpa capaian prestasi apapun. Perbedaan waktu dan capaian prestasi tersebut jelas terjadi karena adanya perbedaan efektivitas dan produktivitas antara motor-motor keimanan tersebut. Suatu klausa sederhana: semakin efektif dan produktif motor keimanan tersebut semakin cepat waktu untuk mencapai prestasi sebanyak-banyaknya.

Bensin Premium, Pertamax atau Pertamax Plus?

“ ...Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu terdapat segumpal daging, bila ia baik maka baiklah seluruh jasad itu, dan bila ia rusak maka rusaklah pula seluruh jasad, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim)

“..ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’d:28)

Dalam Mukhtashar Ihya’ Ulumidin karya Imam Al-Ghazali disebutkan bahwa hati itu bisa berkarat sebagaimana besi. Kemudian para sahabat bertanya, “Lalu apa yang dapat menghilangkannya, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Mengingat mati dan membaca Al-Qur’an” (HR. Baihaqi)

Apapun jenis bensinnya, pasti insyaAllah semua jenis motor bisa berjalan sampai tujuan terlepas dari besar kecilnya tantangan yang akan menghadang di tengah-tengah perjalanan yang panjang. Hanya saja yang membedakannya adalah kecepatannya dan kuantitas serta kualitas prestasi yang dicapainya. Hal tersebut amat tergantung pada jenis bensin apa yang hendak diisi. Premium, Pertamax dan Pertamax Plus merupakan berbagai jenis bensin yang tersedia. Premium adalah bensin reguler yang banyak digunakan motor-motor karena harganya cukup murah. Pertamax memiliki harga yang sedikit lebih mahal namun memiliki kualitas lebih baik daripada Premium. Pertamax Plus merupakan bensin terbaik sampai saat ini untuk para pecinta motor karena memelihara mesin jauh lebih awet dan daya lajunya lebih cepat dan kuat.
Begitu pula dengan motor keimanan kita atau saya artikan hati disini. Semua jenis “bensin” membuat hati kita menjadi tenteram, insyaAllah! Hanya melakukan ibadah wajib saja di bulan ramdhan ini ibarat kita mengisi motor keimanan kita dengan bensin premium. Melakukan ibadah wajib dan ibadah sunnah yang lainnya sehari dua hari belum begitu intensif artinya, ibarat kita mengisi dengan bensin Pertamax. Yang terbaik adalah ketika kita melaksanankan ibadah wajib dan sunnah secara intensif dan ikhlas semata-mata untuk mencapai ridho dan surga-Nya ibarat kita mengisinya dengan bensin Pertamax Plus. Apapun jenis bensinnya tidak menjadi masalah, yang menjadi masalah adalah ketika kita memilih untuk tidak mengisi motor keimanan kita dengan jenis bensin apapun. Akan tetapi ada pertanyaan yang penting untuk dijawab, sejauh mana keyakinan kita bahwa motor keimanan kita bersih dari karat atau sedikit berkarat???! Jangan-jangan hati kita sudah amat sangat berkarat karena hampir setiap hari kita melakukan dosa-dosa kecil atau besar, sengaja ataupun tidak disengaja.

Mari kita mengintrospeksi diri kita masing-masing, seperti apa kondisi hati kita? Oleh karenanya, mumpung kita semua berada dalam bulan suci yang penuh dengan rahmat, barokah dan ampunan ini. Kita jadikan bulan Ramadhan sebagai bulan pembersihan hati kita dari karat yang disebabkan oleh penyakit-penyakit hati yang mungkin sudah kronis kondisinya. Kita jadikan pula bulan Ramadhan menjadi sarana pelatihan dan persiapan ‘motor keimanan’ kita untuk siap melaju selama 11 bulan lainnya dengan lebih cepat dan lebih banyak capaian-capaian prestasi yang dapat diraih. Oleh karena itu pula, ‘bensin Pertamax Plus’ adalah salah satu pilihan bensin terbaik untuk saat ini yang tersedia bagi motor keimanan kita. Mau dapat yang terbaik, isilah dengan yang terbaik pula! Wallahu’alam bishshawaf.

Minggu, 31 Januari 2010

Agroleaders: produk Stasiun IPB!

The leader is a people who KNOWS the WAY, SHOWS the WAY and GOES to that WAY
(Golden Triumph)

Institut Pemimpin Bangsa merupakan salah satu kepanjangan ‘plesetan’ yang sering disebut orang dari sekian banyak plesetan yang ditujukan pada Institut Pertanian Bogor. Bagaimana tidak disebut seperti itu, mulai dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menpora Adhyaksa Dault, Mentan Anton Apriyantono, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Rokhmin Dahuri merupakan jebolan Institut Pertanian Bogor. Tidak hanya beliau-beliau itu, ada juga seorang presiden mahasiswa se-Indonesia di IPB. Suranto Wahyu Widodo merupakan presiden seluruh mahasiswa se-Indonesia karena beliau selain menjadi presiden mahasiswa IPB, beliau juga coordinator BEM-SI dengan kata lain ya presiden mahasiswa dari seluruh mahasiswa se-Indonesia. Jadi tidak heran atau tidak salah jika ada yang menyebutkan bahwa IPB adalah Institut Pemimpin Bangsa karena telah melahirkan para pemimpin bangsa di negeri yang gemah ripah loh jenawi ini.
Kepemimpinan yang ada di sebuah bangsa itu mirip layaknya seperti kereta api dengan gerbong dan lokomotif di depan beserta jalur rel yang panjang serta stasiun sebagai tempat peristirahatannya . Jalur rel yang panjang itu melukiskan sebuah perjalanan panjang yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Gerbong-gerbong yang ada itu melukiskan berbagai macam kelompok orang dengan latar belakang yang beranekaragam diikat satu sama lain sehingga bergerak bersama menuju satu tujuan. Lokomotif melukiskan seorang leader yang mampu merangkul dan menggandeng semua kelompok orang yang ada di belakangnya untuk bergerak bersama ke arah tujuan yang sama. Lalu, stasiun melukiskan tempat peristirahatan di tengah-tengah perjalanan yang penuh dengan pengorbanan tanpa henti.
Sungguh indah rasanya jikalau ada seorang sosok ‘lokomotif’ tadi yang mampu menggandeng semua perbedaan untuk berjuang bersama meraih mimpi atau cita-cita bersama. Saat ini dengan potensi pertanian yang dimiliki oleh bangsa ini, tak dapat dielakkan lagi bahwasanya kita membutuhkan seorang pemimpin yang memahami pertanian dan memiliki tekad baja untuk memajukan bangsa ini melalui pertanian. Kalau diibaratkan sebuah lokomotif, kita membutuhkan sebuah lokomotif yang bernamakan “Agroleaders”. Sudah adakah ‘lokomotif agroleaders’ ini??? Lalu seperti apakah karakter sebuah lokomotif ini??
Seseorang yang diibaratkan bagai sebuah ‘lokomotif Agroleaders’ harus memiliki karakter-karakter di bawah ini, yaitu:
Agrothinking
Seorang mahasiswa pertanian dituntut untuk memiliki pemahaman yang baik dan wawasan yang luas tentang pertanian itu sendiri. Apalagi seorang “Agroleaders” yang akan memimpin mahasiswa pertanian dan akan berjuang membela para petani dan mengembangkan pertanian dengan kekayaan intelektual yang dimilikinya haruslah memiliki kecakapan wawasan pertanian. Agrothinking harus dikembangkan sejak dini dalam semua mahasiswa pertanian. Bukan nilai semata yang dicita-citakan, setelah dapat nilai lupa semua pelajaran pertanian yang dipahami atau setelah lulus malahan jauh dari dunia pertanian melainkan wawasan luas dan tekad yang kuat untuk membangun pertanian. Itu dia baru seorang “Agroleaders” yang punya pola pikir “Agrothinking”.
Wide Accepted
Semua orang yang berhasil di dunia ini pasti memiliki tingkat penerimaan social yang tinggi di tengah-tengah masyarakat karena kehadiran mereka bermanfaat dan dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Begitu pula dengan seorang sosok “Agroleaders”. Dia haruslah seorang yang supel, pandai bergaul dan berkomunikasi aktif dan santun kepada semua lapisan masyarakat luas sehingga nantinya seorang “Agroleaders” tidak hanya menjadi pemimpin-pemimpin structural seperti banyak terjadi pada model kepemimpinan di bangsa ini melainkan pemimpin spiritual dan social. Wajar saja jika kebijakan yang lahir dari seorang pemimpin tersebut tidak memiliki ‘ruh’ di hati masyarakatnya. Pemimpin structural layaknya seorang “langitan” yang sulit dijangkau, disentuh apalagi untuk secara langsung berkomunikasi. Hatta, Natsir adalah Panglima Soedirman adalah contoh konkret seorang pemimpin social sekaligus spiritual bagi masyarakat sekitarnya kala itu. Kini kita membutuhkan seorang “Agroleaders” yang mau terjun langsung ke sawah menemani para petani bermain lumpur dan dapat pula bernegoisasi dengan para TOP LEVEL manajemen di negeri ini. Oleh karena itu, wide accepted menjadi sebuah karakter wajib yang harus dimiliki oleh setiap “Agroleaders”.

Easy but Still Quality
Banyak sekarang ini kita lihat baik di nasional, wilayah dan daerah bahkan di kampus pun para pemimpin yang bercokol pada jabatan eksekutif bagai orang-orang ‘langitan’ terlalu berlagak seorang pahlawan menjaga perhiasan kewibawaan mereka sehingga komunikasi verbal dan non verbal mereka terlihat kaku, sulit dicerna dan tidak membumi. Sekarang kita menginginkan seorang sosok Agroleaders yang sederhana dalam bertindak, bersikap dan berkata-kata sehingga mudah dicerna dan lebih membumi. Dia tahu kapan bersikap, bertindak dan berkata-kata dengan bahasa-bahasa ‘dewa’-nya dan kapan berkata-kata dengan bahasa rakyat-nya. Easy maksudnya adalah mudah dicerna dan dipahami dan still quality maksudnya adalah sederhana namun berbobot, memiliki kandungan hikmah dan makna yang mendalam bagi yang mendengarnya. Tidak asal ceplos sana, ceplos sini. Easy but still quality!
Strong (stamina, spirit,soul)
Seorang “Agroleaders” pastinya telah memahami konsekuensi dari pilihan hidup yang ditempuhnya sebagai pemimpin dimana waktunya akan lebih banyak dihabiskan untuk memikirkan orang banyak dan melayani kepentingan rakyat-nya. Oleh karena itu, fisik yang kuat dan stamina yang ekstra bugar diperlukan oleh seorang “Agroleaders” untuk dapat melayani rakyatnya kapan saja dan dimana saja. Kan tidak lucu jikalau seorang pemimpin sakit-sakitan, bagaimana ia ingin memikirkan dan mengurusi kepentingan orang banyak?? Mengurusi diri sendiri aja tidak mampu. Tidak hanya kuat secara fisik, seorang Agroleaders juga harus kuat secara mental dan jiwa atau ruhiyahnya. Karena segala tantangan dan godaan yang menghadang akan datang bertubi-tubi silih berganti untuk menghancurkan segala upaya sang pemimpin dalam melayani masyarkatnya. Tanpa mental dan ruhiyah yang kuat seorang pemiimpin akan tenggelam terlena dan terbuai oleh godaan-godaan duniawi (harta, wanita dan kekuasaan). Yang terjadi adalah dia akan sibuk memperkaya dan menghibur dirinya sendiri diatas derita, jeritan dan titisan air mata rakyat jelata. Seorang “Agroleaders” yang kuat secara fisik, mental dan ruhiyah akan disegani oleh lawan karena kekuatannya dan dicintai oleh kawan karena keberaniannya melawan kedigdayaan.

Lokomotif-lokomotif “Agroleaders” itu telah didesain secara apik dan teliti di Stasiun IPB. Kini lokomotif-lokomotif tersebut siap membawa semua gerbong perbedaan yang ada di atas lintasan rel yang panjang menuju cita-cita bersama yang mulia. Cita-cita yang senantiasa diimpikan oleh semua orang dan diusung bersama, yakni kebangkitan pertanian Indonesia. Siap dan bersediakah kita menjadi lokomotif-lokomotif “Agroleaders” itu???


Kami ingin agar bangsa ini mengetahui
Bahwa kami membawa misi yang bersih dan suci
Bersih dari ambisi pribadi dan bersih dari hawa nafsu
Kami tidak mengharapkan sesuatupun dari manusia
Tidak mengharap harta benda atau imbalan lainnya,
Tidak juga popularitas, apalagi sekedar ucapan terima kasih
Yang kami harap adalah terbentuknya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat serta kebaikan dari Allah Pencipta alam semesta

Rabu, 07 Oktober 2009

Bio Cyclo Farming in Building Sustainable Development System in Indonesian Villages

The effect of global warming that is stimulated from the accumulation of carbon monoxide on the atmosphere has already been worse and worse widely. The north and south pole is rapidly melting contributing the surface of sea level increasing steadily (mengancam) many coastal areas around the world, especially northern America’s coast. One of the best solution in diminishing the rate of global warming force is by inactivating all kinds of energy source materials that produce carbon monoxide gas to the air. Consequently, we have to prepare to discover another energy source material which does not only fulfill the energy needs but also has the positive impacts for the environment and economy-social life. In other words, we have to find out immediately the energy source materials that can maintain a sustainable development without any high risks for human life.
The using of cow’s feces as raw materials in producing biogas is one of the best alternative energy because of many positive impacts that comes from this kind of alternative energy. Biogas, made from the cow’s feces is an efficient alternative energy because we can find the raw material around the cow ranch with free of charge and in an easy way. The waste of this kind of biogas still can be used for agricultural needs as organic (pupuk) or liquid (pupuk).
The implementation of this biogas has been applied in some villages in Indonesia. These are villages that apply in biogas making process. First, Srigading Village, East Java, by Slamet hands, now 4780 villagers, able to enjoy using biogas for their daily needs, such as lightning, cooking, and boiling the water. Before the biogas produced, the villagers only used the burnt wood for cooking needs. They were not able to use the kerosene because of the price was highly increased.
This is an effort that Slamet did to produce biogas by his simple digester. With saved money about 1,2 million rupiahs, Slamet started to construct a bio digester consisted of two (bak) to process cow’s feces to biogas. To produce biogas that is enough for cooking in days, Slamet put the 40 kilograms feces from his two cows into collected (bak) one time in two days. Those feces mix with water and (didiamkan) for six days until the fermentation process cleared. Then, this mix will produce gas that is connected to the second (bak) with PVC pipe. Campuran air dan kotoran sapi ini akan memproduksi gas yang dihubungkan ke bak kedua dengan pipa PVC. Sebuah pipa yang lain akan mengalirkan gas dari bak penampung ke kompor, dan biogas pun siap dipakai untuk memasak. Enam hari setelah menyelesaikan konstruksi biodigesternya, Slamet berhasil menyalakan api di kompor gasnya menggunakan gas alternatif tersebut. “Yang bikin bangga, ternyata saya bisa juga menyulap kotoran sapi jadi api,” kata Slamet sambil tertawa. – taken from an article in website ‘Biogas Pertama Srigading: Slamet Sulap Kotoran Sapi Jadi Bahan Bakar’-
Kedua, Hardiono, ketua Kelompok Tani Sido Makmur di Ngaringan juga berhasil mengembangkan kotoran sapi menjadi biogas. Proses pembuatan biogas Hardiono tidaklah jauh berbeda dengan Slamet. Teknis pembuatan biogas dari telethong sapi juga cukup sederhana. Mulanya, kotoran sapi dicampur air dalam sebuah bak penampung yang disebut digester. Perbandingannya, setiap satu ember telethong dicampur dengan satu ember air. Lalu, campuran itu disalurkan melalui selang/ pipa plastik ke tabung gas yang diteruskan ke kompor gas. "Kompor gas siap dipakai untuk memasak. Kualitas apinya tidak kalah dengan kompor gas umumnya. Sehari kira-kira hanya butuh dua ember telethong dan dua ember air untuk masak pagi sampai sore," tambah dia. – taken from an article in website ‘Kotoran sapi untuk bahan bakar memasak ‘-
Dari kedua contoh desa yang telah menerapkan pemanfaatan kotoran sapi sebagai biogas di atas, kita dapat melihat bahwa biogas ini tidak hanya sebuah upaya penghematan energy yang bermanfaat bagi lingkungan tetapi juga bermanfaat bagi peningkatan kehidupan ekonomi social masyarakat pedesaan setempat. Dari segi lingkungan, sudah amat jelas bahwa biogas ini tidak merusak lingkungan dikarenakan CO2 yang dihasilkan langsung dapat diserap tanaman sehingga emisi yang dihasilkan di atmosfer sangat sedikit. Penggunaan biogas ini dapat pula meminimalisir bahkan menghilangkan ketergantungan energy pada kayu bakar, minyak tanah, dan batu bara yang jelas-jelas menghasilkan emisi karbon yang tinggi di atmosfer. Dari segi ekonomi, penggunaan biogas ini terbukti memperbaiki kondisi ekonomi di pedesaan setempat. Jika dihitung, pemakai biogas dari telethong dapat menghemat uang cukup banyak. Bayangkan, jika sehari dia rata-rata setiap KK (kepala keluarga) memakai minyak 1 liter dengan harga Rp 2.500 per liter. Jika yang memakai 16 rumah, berarti sudah irit Rp 40.000 per hari. Atau Rp 1,2 juta per bulan, dan Rp 14,4 juta per tahun. Dengan adanya peningkatan kondisi ekonomi pedesaan ini, maka secara tidak langsung, penggunaan biogas dari kotoran sapi ini juga berdampak positif pada peningkatan strata social di masyarakat pedesaan. Ambil contoh seorang Slamet yang tadinya hanya seorang peternak sapi dengan hasil penjualannya sebatas susu hasil perahannya. SEkarang, Slamet tengah menjadi seorang pengusaha kecil biogas dan melayani warga desanya untuk membuat digester sederhana.
Pengembangan dan penelitian lebih lanjut mengenai teknologi biogas dari kotoran sapi ini kiranya perlu segera dilakukan. Selama ini kendala yang dihadapi adalah digester buatan yang digunakan oleh masyarakat setempat masih terlalu sederhana sehingga belum bisa menghasilkan pasokan energy yang simultan. Mungkin saja aplikasi teknologi pembuatan biogas ini menggunakan teknologi yang lebih modern, teknologi fermentasi yang menggunakan bakteri tertentu untuk dapat lebih cepat dan lebih banyak menguraikan zat yang ada pada kotoran sapi menjadi biogas. Atau mungkin diperlukan sebuah desain digester yang lebih futuristik dan efektif sehingga dapat menghasilkan biogas lebih banyak daripada jumlah biogas pada desain awal yang amat sederhana. Lalu timbul sebuah pertanyaan, kenapa hanya kotoran sapi yang dapat menghasilkan biogas, apakah kotoran kambing dan ayam dapat pula dijadikan bahan baku pembuatan biogas?? Jika kotoran kambing ataupun ayam dapat dijadikan bahan baku, maka masyarakat pedesaan tidaklah harus memiliki kotoran sapi untuk dapat menghasilkan biogas bagi keperluannya sehari-hari. Masyarakat cukup menggunakan kotoran kambing ataupun ayam sebagai bahan baku. Hal ini dikarenakan harga seekor sapi yang terbilang cukup mahal jika dibandingkan dengan harga seekor kambing atau ayam. Inilah beberapa hal yang memerlukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut.
Upaya pengembangan biogas dari kotoran sapi ini sebenarnya sudah dirintis oleh Business Technology Center (BTC-BPPT) bekerja sama dengan PT. Pasir Emas melalui metode Bio Cyclo Farming. Melalui metode ini, suatu hari nanti harapannya Indonesia memiliki sebuah desa dengan sebutan Desa Mandiri Energi. Hanya saja sampai saat ini, model Bio Cyclo Farming baru bisa diterapkan pada suatu wilayah yang berbasiskan pertanian, belum merambah kepada wilayah yang lebih heterogen apalagi merambah sampai ke perkotaan. Akan tetapi, ini bukanlah menjadi persoalan berarti bagi wilayah-wilayah pedesaan di Indonesia yang notabenenya adalah pedesaan pertanian. Dengan kata lain, model Bio Cyclo Farming cukup sesuai dengan karakteristik geografis dan social masyarakat Indonesia. Sehingga suatu saat nanti, kita dapat menyaksikan sebagian besar desa di Indonesia merupakan Desa Mandiri Energi yang menggunakan alternative energy biogas dari kotoran sapi. Lebih dari itu, Indonesia dapat menjadi negara pertama di dunia yang dapat meninggalkan ketergantungan energy dari hasil olahan minyak bumi maupun batubara dan dapat berperan secara signifikan dalam mengurangi emisi gas karbonmonoksida di atmosfer bumi sehingga bahaya global warming dapat teratasi secara bertahap. Selain itu, Indonesia dapat pula menjadi role model bagi banyak negara di dunia, khususnya negara berkembang lainnya, dalam hal kepemilikan energy supply system yang cukup sustanaible environmentally,socially,and economically.

Membentuk Mahasiswa Fateta yang lebih CERDAS, PEDULI, dan BERSAHABAT

Fakultas Teknologi Pertanian dapat dikatakan sebagai fakultas terbaik yang ada di Institut Pertanian Bogor. Hal ini terbukti dari beberapa keunggulan yang dimiliki oleh Fateta, PITP misalnya. PIPT dapat pula dikatakan sebuah perpustakaan yang cukup elite dibandingkan perpustakaan IPB sekalipun. Lalu, ada pula Techno-Park, sebuah pilot plant yang bergerak dalam bidang agroindustry di IPB. Kantin SAPTA yang cukup ramai dikunjungi turut memberikan kontribusi kepada Fateta untuk menjadi salah satu fakultas terbaik di IPB. Selain itu, mahasiswa Fateta telah dipercaya dari tahun ke tahun sebagai mahasiswa IPB yang cukup aktif dalam menoreh prestasi-prestasi baik dalam ajang internal kampus, local, nasional, maupun internasional. Mahasiswa berprestasi IPB tahun 2009 adalah mahasiswa didikan Fakultas Teknologi Pertanian. Delegasi Indonesia dalam lomba pangan yang digelar di California beberapa bulan yang lalu pun merupakan mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian.
Akan tetapi indicator-indikator tersebut rasanya belumlah lengkap untuk sebuah gelar TERBAIK yang disandang oleh sebuah fakultas. Ada indicator lain yang diperlukan untuk melengkapi gelar tersebut. Indikator tersebut belum sepenuhnya tercapai sampai saat ini Fateta berdiri. Indikator apakah itu?? SOLIDARITAS dan SPIRITUALITAS. Solidaritas di Fateta menjadi suatu yang imajiner hanya ada dalam harapan beberapa orang dan terlintas dalam forum-forum kecil belum menjadi sebuah nilai yang tertanam kuat di semua stakeholders yang ada di Fateta. Bahkan nilai ini terancam punah dari hamparan kampus merah, dikarenakan semangat ash-shobiyah atas nama departemen yang begitu menggebu-gebu dan dipuja-puja pada semua tataran, baik tataran mahasiswa Fateta maupun dosen dan pegawai Fateta, apalagi alumni-alumni jebolan fakultas ini yang notabenenya dapat disebut sebagai produk kontaminan ash-shobiyah ini. Spiritualitas merupakan nilai kedua yang dirasa belum begitu melekat pada mahasiswa Fateta khususnya. Tingkat partisipasi mahasiswa Fateta dalam kegiatan keagamaan yang begitu rendah menjadi indicator kuat bahwa Fateta belum memiliki nilai spiritualitas yang baik. Banyak factor yang menyebabkan ini dapat terjadi. Bisa jadi penyebabnya ada dalam diri mahasiswa Fateta sendiri yang benar-benar enggan menghadiri kegiatan keagamaan yang ada di Fateta atau bisa jadi pula disebabkan oleh kurang optimalnya kinerja lembaga dakwah fakultas , Forum Bina Islami Fateta.
Oleh karena itu, berangkat dari dua nilai besar ini, konsep Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Fateta 2009 disusun demi melakukan perubahan-perubahan demi Fateta yang lebih baik sehingga gelar ‘TERBAIK’ ini benar-benar disandang sepenuhnya oleh Fateta dan menjadi role model bagi fakultas lainnya. Dari semangat perubahan ini, lahirlah sebuah visi: ‘Menjadikan Fateta yang lebih CERDAS, PEDULI, dan BERSAHABAT’. Cerdas yang dimaksud disini adalah bukan hanya cerdas secara intelektual tetapi cerdas secara spiritual juga karena memang nilai spiritualitas-lah yang belum sepenuhnya dimiliki oleh mahasiswa Fateta. Indikator yang diharapkan dari nilai cerdas secara spiritual ini adalah mahasiswa Fateta memiliki keimanan yang baik dan terbina dalam bingkai TARBIYAH. Dalam aplikasinya nanti di lapangan, nilai spiritualitas ini akan coba ditanam dengan bantuan kerjasama dari Lembaga Dakwah Fakultas, Forum Bina Islami dan lembaga kerohanian lainnya bagi mahasiswa yang beragama non-Islam. Lalu, untuk nilai solidaritas, perlu disadari bahwa untuk menanamkan nilai solidaritas yang dapat melekat bukanlah suatu perkara yang mudah. Diperlukan metode-metode yang tersusun sistematis, konkrit, dan dinamis. Indikator yang cukup realistis, kira-kira dapat dicapai, untuk nilai solidaritas ini adalah tumbuhnya rasa kepedulian yang tinggi antar sesama mahasiswa Fateta dan kepedulian akan kondisi lingkungan sekitar. Indikator lainnya adalah terbentuknya tali persahabatan yang erat antar semua stakeholders di Fateta.
Ketiga nilai ini, CERDAS, PEDULI, BERSAHABAT akan diterapkan secara formal dan non formal dalam konsep MPF yang berbeda dari tahun sebelumnya. Dengan metode Accelerated Learning dan Cognitive Behavioral Therapy, ketiga nilai tersebut coba ditanam dengan kuat pada diri mahasiswa Fateta 45 baik pada hari sebelum dilaksanakannya MPF , berlangsungnya MPF maupun pasca MPF. Artinya penanaman ketiga nilai ini tidak dapat dilakukan secara parsial dan temporal saja melainkan harus dilakukan secara integral dan berkelanjutan agar nilai-nilai ini terinternalisasi dan akhirnya mengkristal dalam jati diri mahasiswa Fateta.

Fenomena Laskar Pelangi di Langit Dramaga

Hampir semua orang yang pernah ke bioskop pasti tahu sebuah film layar lebar yang disutradarai oleh Riri Riza ini, yaitu Laskar Pelangi. Laskar Pelangi merupakan film layar lebar yang begitu laris. Jutaan orang telah menontonnya mulai dari anak2 sampai orang tua. Tak hanya unsure-unsur entertainment yang disuguhkan tetapi unsure-unsur edukasi pun yang penuh dengan sarat makna disajikan dengan kemasan yang menarik dalam Laskar Pelangi. Film ini diangkat dari sebuah kisah nyata anak2 Belitung yang berjuang keras untuk tetap belajar pergi sekolah walaupun uang tak ada dan sarana prasarana tak memadai. Ikal, Harun, Lintang, dan Mahar nama mereka. Di lain hal, beberapa anak sepantaran dengan mereka lebih memilih untuk membantu kedua orang tua mereka mengais rejeki di pabrik-pabrik timah dan bernelayan tanpa sama sekali acuh dengan nasib pendidikan mereka. Bukan berarti pula, Lintang dan kawan2 sama sekali tidak membantu orangtua mereka, mereka pun membantu orang tua mereka ketika waktu sekolah usai atau libur. Sangat mulia apa yang mereka lakukan!
Pada tanggal 24 Mei 2009, malam hari ketika saya berada dalam sebuah angkot ‘Kampus Dalam’ dari Jakarta menuju Al Inayah, sebuah pesantren dimana saya tinggal, saya memperhatikan dua orang anak yang masih muda belia menjadi seorang supir angkot dan kenek, tepat di angkot yang saya tumpangi. Terlintas di benak saya dua pandangan, pandangan yang positif dan pandangan kekhawatiran yang mendalam. Pandangan pertama: mungkin saja mereka melakukan itu semua demi membantu orang tua mereka dalam mengais rejeki atau meringankan beban orang tua mereka semata-mata untuk membiayai pendidikan mereka, pikir saya. Pandangan yang lain: apa benar mereka telah putus sekolah demi menjadi supir angkot karena mereka pikir buat apa sekolah tinggi-tinggi menghabiskan banyak duit tapi toh nanti akhirnya jadi kuli-kuli juga?? Pikir saya dengan seribu tanda tanya yang disertai kekhawtiran itu. Akan tetapi pandangan saya lebih cenderung mengarah pada pandangan kekhawatiran tersebut.
Pada tempat berbeda, kampus Dramaga tercinta, tapi dengan kekhwatiran yang sama, saya teringat teman2 kecil saya yang hampir setiap hari dari pagi sampai senja menyapa kadang ditemani dengan orang tua menjajakan kue-kue atau donat jualannya kepada mahasiswa yang lalu lalang di hadapan mereka. Sebagian dari mereka ada yang masih melanjutkan sekolah tapi ada pula yang tidak sekolah karena tidak mampu untuk bersekolah atau mungkin mereka merasa lebih asik berdagang dengan penghasilan sendiri daripada belajar ke sekolah seperti anak-anak lainnya. Apa yang diceritakan pada film Laskar Pelangi mengenai anak2 yang lebih memilih untuk menjadi kuli (hanya sedikit dari mereka yang belajar pergi ke sekolah) tampak dengan jelas terjadi pula di Dramaga. Benar memang fenomena Laskar Pelangi telah terjadi di langit Dramaga, sebuah langit dari daerah kecil di Indonesia. Entah berapa banyak fenomena ini ada di seluruh Indonesia dan berapa jutaan anak dengan nasib yang sama??
Ini semua adalah cerminan kondisi anak bangsa Indonesia. Melihat kondisi yang amat memprihatinkan ini, apakah Indonesia dapat keluar dari rongrongan kemiskinan?? Dapatkah bangsa ini terbebas dari belenggu kebodohan?? Dapatkah??

Minggu, 18 Januari 2009

Pertanian untuk PEMUDA

Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, dunia pertanian menjadi salah satu aspek kehidupan yang penting dan telah menjadi sorotan utama dalam mengawali sebuah pembangunan perekonomian suatu negara, khususnya negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Thailand, dan Filipina. Dunia pertanian tidak lagi dipandang sebelah mata. Sejarah telah membuktikan bahwa sebelum terlaksananya revolusi industri, revolusi hijau terjadi lebih dahulu. Akan tetapi, waktu pun berlarut, ketika revolusi industri hadir ke permukaan, semua stake holders beralih pada segala aktivitas industri atau aktivitas hilir dan mulai meninggalkan lahan-lahan pertanian. Alhasil, lahan-lahan pertanian pun terbengkalai, berdampak pada produksi pertanian yang mengalami penurunan serta melahirkan sebuah paradigma baru. Paradigma baru yang mulai tertancap di benak para pemuda dan masyarakat umum lainnya. Paradigma ini berkata bahwa dunia industri lebih berperan penting dalam kemajuan perekonomian suatu negara dan dunia ini lebih bergengsi daripada dunia pertanian yang notabene berada di atas sawah dengan lumpur yang kotor dan kerbau yang bau. Bagai kacang lupa dengan kulitnya. Kemajuan dunia industri bukanlah disebabkan semata-mata oleh kerja keras peindustri melainkan banyak kontribusi dan sumbangsih yang berarti dari dunia pertanian kepada dunia industri. Konsep hulu-hilir merupakan sebuah syarat kemajuan dunia pertanian maupun dunia industri. Tanpa industri, pertanian masih bisa bertahan walaupun tidak dapat begitu berkembang. Namun, tanpa pertanian, industri akan mati lumpuh dikarenakan tidak ada suplai bahan baku yang tersedia. Ternyata, kebenaran konsep ini terbukti. Ditengah-tengah hiruk pikuk kemajuan industri, dunia pertanian kembali menjadi sorotan utama dan diyakini memiliki peranan penting dalam kemajuan perekonomian suatu negara. Amerika Serikat dan Jepang merupakan role model yang baik dalam penerapan konsep hulu-hilir ini. Kita ketahui bahwa AS merupakan negara produsen terbesar jagung dan gandum. AS pula merupakan produsen terbesar tepung gandum yang diimpor oleh Indonesia sebagai bahan baku pembuatan mie instan ala Indofood, indomie, supermie, sarimie, dan masih banyak lagi jenisnya.
Kesadaran akan pentingnya dunia pertanian ini tidak sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat luas, khususnya para pemuda. Banyak para pemuda yang memiliki latar belakang keluarga petani telah enggan untuk kembali bersawah meneruskan jejak langkah nenek moyangnya. Apalagi pemuda yang memiliki latar belakang kehidupan keluarga yang glamour tidak pernah sekalipun melihat sawah karena telah tumbuh dan besar sekitar kota yang dihiasi gedung-gedung tinggi pencakar langit. Para pemuda saat ini beranggapan bahwa profesi sebagai seorang petani adalah sebatas profesi bagi orang kampung dan orang-orang tua saja. Pemuda lebih tertarik untuk berprofesi sebagai seorang eksekutif muda, dokter, pokoknya semua profesi yang terbilang bergengsi. Pemuda belum sepenuhnya memahami dunia pertanian dalam artian yang luas. Hal ini tidaklah salah, hanya saja bukan berarti tidak ada satupun para pemuda yang peduli terhadap pertanian. Seiring dengan arus globalisasi yang begitu deras menelusuri semua penjuru kota bahkan desa, dunia pertanian kian dilupakan karena para pemuda sudah terlalu diracuni oleh gaya-gaya hedonisme dan materialisme. Pemuda kini hanya ingin menjadi seorang yang berduit dengan sekali kejapan mata, serba instan dan tanpa kerja keras. Tentu, karakter ini amat bertolak belakang dengan falsafah pertanian yang menjunjung tinggi kerja keras dan kedisiplinan. Pemuda-pemuda terpelajar yang tengah duduk di bangku sekolah maupun kuliah selalu beranggapan bahwa pertanian adalah terjun ke sawah atau ladang dengan cangkul, caping, dan sepasang kerbau yang sedang membajak sawah. Begitu sempitnya pandangan ini! Kenapa para pemuda memiliki minat dan perhatian yang minim terhadap pertanian??? Karena bayangan yang dalam mata mereka pertanian hanyalah sebatas seperti itu. Pemerintah dan aparaturnya seharusnya dapat mensosialisasikan kepada masyarakat luas, khususnya kaum muda, tentang arti pertanian dalam artian yang luas. Dunia pertanian sendiri sebenarnya terbagi menjadi dua bagian, yaitu On Farm dan Off Farm. On Farm adalah segala aktivitas pertanian yang berada di alam terbuka atau di atas lahan-lahan pertanian. Sedangkan, off farm adalah segala aktivitas pertanian yang berada pada alam terttutup, maksudnya aktivitas petanian yang merambah ke dunia industri. Terkenal dengan sebutan agroindustri. Dengan kata lain, off farm adalah aktivitas para petani ‘berdasi’. Nah, pengertian tentang off farm inilah yang belum begitu dipahami penuh oleh para pemuda sehingga minat pemuda amat kurang dalam dunia pertanian. Jika pemuda mengetahui pengertian pertanian dalam artian yang luas ini dan menyadari betapa pentingnya dunia pertanian dalam perekonomian bangsa, para pemuda pasti akan berkejaran merebut peluang-peluang usaha dalam pertanian. Kini sudah saatnya, pemuda berperan lebih dalam pertanian dengan mengisi pos-pos yang dibutuhkan. Sempitnya peluang kerja pada bidang non-pertanian, pemuda seharusnya membuka mata pada dunia pertanian yang terbuka lebar dan juga amat prospektif ini apalagi didukung dengan hamparan agraris Indonesia yang begitu luas. Adanya hubungan simbiosis mutualisme antara pemuda dan pertanian merupakan sebuah hal yang tidak bisa dipungkiri. Pemuda membutuhkan pertanian dan pertanian tanpa pemuda bagaikan mesin tanpa bahan bakar.
Pemuda begitu diharapkan oleh kaum golongan tua untuk bergerak membawa perbaikan dan perubahan menuju sebuah kebangkitan. Tentunya, harapan ini jatuh pada kaum muda yang memiliki intelektualitas, moralitas, dan spiritualitas yang tinggi. Kaum muda yang memiliki ketiga komponen tersebut, diyakini oleh masyarakat, adalah mahasiswa. Kenapa mahasiswa?? Karena mahasiswa adalah salah satu elemen masyarakat yang masi memiliki semangat yang berkobar, idealisme yang kuat, dan cita-cita yang tinggi. Boedi Utomo dan Serikat Islam adalah organisasi pemuda intelek yang berani melawan penjajahan Belanda. Tritura, Tiga Tuntutan Rakyat, mendesak rezim orde lama untuk segera membubarkan PKI dan menurunkan harga sembako. Reformasi yang digalang oleh mahasiswa juga berperan menjatuhkan rezim orde baru. Revolusi Perancis, revolusi industri Inggris, jatuhnya Konstantinopel, majunya Khalifah Islamiyah adalah prestasi kaum-kaum muda yang intelek, bermoral, dan berspiritual. Akankah kebangkitan kelak akan diawali pula oleh kaum muda?? Akankah kemajuan pertanian dan perekonomian akan dipelopori oleh kaum muda?? Semua mata kini tertuju pada kaum muda, baik pihak yang ingin meracuni kaum muda dengan ‘virus-virus peradaban’ maupun pihak yang hendak mendongkrak prestasi kaum muda dengan ‘mutiara-mutiara peradaban’. Asalkan para kaum muda mau dan yakin , pasti cita-cita bangsa ini akan terwujud. Pemuda pasti bisa!!
Dalam menyalurkan segala bakat dan minat kaum muda – mahasiswa - serta mengeksplorasi potensi-potensi kepemimpinan mahasiswa, mahasiswa membutuhkan sebuah wadah yang independen, legal,dan dinamis dalam lingkungan kampus. Wadah ini dipercaya adalah organisasi kemahasiswaan. Sudah begitu banyak organisasi kemahasiswaan yang terbentuk sampai hari ini, baik organisasi internal maupun eksternal kampus. Beberapa contoh organisasi internal kampus yang paling berpengaruh adalah Badan Eksekutif Mahasiswa atau Senat, Dewan Perwakilan Mahasiswa, dan Himpunan Profesi. Sedangkan beberapa contoh organisasi eksternal kampus yaitu Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Gerakan Nasionalis Pemuda Indonesia (GNPI). Semua organisasi kemahasiswaan ini berperan penting dalam menggali dan menyalurkan potensi. Semua organisasi ini juga memiliki ciri khas dan caranya masing-masing dalam melakukan ‘manuver-manuver’ aktivitas pergerakan organisasinya. Sudah begitu banyak pula prestasi-prestasi yang diberikan oleh organisasi kemahasiswaan bagi kampus, masyarakat, dan lingkungan sektitar. Bakti Sosial, penanaman sejuta pohon, santunan anak yatim, penyuluhan kesehatan, dan berbagai bentuk pengabdian masyarakat lainnya. Tidak hanya bergelut dalam aspek social responsibility, tetapi mahasiswa dalam keikutsertaannya melalui organisasi kemahasiswaan juga telah membuktikan bahwa mereka juga turut serta memperkaya khasanah ilmu pengetahuan melalui penelitian dan uji coba. Lebih dari itu, organisasi kemahasiswaan juga berperan aktif dalam menanggapi isu-isu nasional maupun internasional yang terjadi baik isu-isu yang terkait dengan dunia politik,ekonomi, hukum, HAM, maupun pertanian yang akhir-akhir ini menjadi sorotan sentral bagi kemajuan perekonomian dunia, khususnya negara-negara berkembang, seperti Indonesia.
Dalam mewujudkan pembangunan pertanian dunia yang menyeluruh dan signifikan, peran serta mahasiswa dan keorganisasian kemahasiswaan merupakan sebuah keharusan dan kepastian. Hal ini dikarenakan pertanian membutuhkan insan-insan yang berjiwa muda dan ksatria untuk berkorban sekuat tenaga dan pikiran demi kemajuan dunia pertanian. Tanpa peran serta mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan, pemerintah dan lembaga terkait akan berjalan lumpuh dan berjuang secara parsial tidak secara integral atau menyeluruh. Kita ketahui bahwa untuk memajukan dunia pertanian dibutuhkan sebuah inovasi-inovasi yang biasanya sering lahir dari ide-ide insan-insan muda, seperti mahasiswa. Mahasiswa pun tidak bisa dilepas begitu saja. Mahasiswa juga membutuhkan arahan dan bimbingan dari pemerintah dan lembaga profesional terkait untuk duduk dan berjuang bersama memajukan pertanian, menuju kepemimpinan unggulan pertanian tropika ASEAN 2015. Saya rasa hal ini bukanlah suatu yang tidak mungkin dicapai dikarenakan segenap potensi dan kemampuan mahasiswa dalam memajukan pertanian sudah dibuktikan melalui beberapa temuan produk pertanian dan rekomendasi-rekomendasi pembangunan pertanian sebagai hasil dari kajian-kajian tentang pertanian yang dilakukan secara intensif oleh mahasiswa. O-Belt Tresher merupakan bukti konkret kontribusi pemuda bagi dunia pertanian. Sebuah alat mesin pertanian yang berfungsi sebagai mesin perontok padi. Lalu beberapa rekomendasi mahasiswa yang tergabung dalam BEM-SI bagi pengentasan masalah krisis pangan yang melanda dunia dan beberapa daerah di Indonesia beberapa bulan yang lalu. Ini semua merupakan bentuk kepedulian mahasiswa dalam menanggapi isu-isu terkait pertanian. Ini memang bukanlah sebuah karya besar yang dapat disandingkan dengan karya-karya para pahlawan kemerdekaan, tetapi karya ini juga patut diacungi jempol dan didukung sepenuhnya agar lahir kembali inovasi-inovasi yang diharapkan dapat menjadi solusi atau jalan keluar dari sekelumit permasalahan pertanian yang ada. Sudah saatnya kini pemerintah dan swasta menggandeng mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan dalam melakukan segala proyek-proyek pembangunan bangsa ini, khususnya pertanian tropika. Yakinlah bahwa diantara pemuda yang enggan bergelut dalam dunia pertanian, masih ada beberapa pemuda yang peduli dan antusias berjuang dan berkorban demi kemajuan dunia pertanian. Hidup pemuda Indonesia, hidup pertanian-ku!